Sebuah pertanyaan yang sama akan bergulir,
ketika ditanyakan, kenapa tidak berpartai?
Namun seperti nya hal tersebut tak perlu sebuah jawaban.
Ia hanya butuh sebuah pembuktian.
Apa yang didapat dalam partai, apa yang di dapat dari jamaah ini,
Kumpulan manusia-manusia yang tengah berusaha membesarkan sebuah misi , visi untuk membangun negeri menjadi lebih indah dan lebih baik di hadapan Allah.
Pertanyaan kembali muncul, kenapa harus berpartai?
Bukankah partai sarat akan berbagai kepentingan duniawi,
Sarat akan sebuah polemik abu-abu,
Dimana hitam dapat menjadi putih atau sebalik nya,
Atau kawan dapat menjadi lawan dan sebalik nya,
Sebuah wacana yg selalu didengungkan bagi mereka yang pernah mengenal arti politik bahwa, Tak ada kawan dan lawan abadi di dalam Politik.
Itu makna politik bagi sebagian orang yg coba ditemui di sudut sudut negeri.
Bahasa politik adalah seakan bahasa keculasan.
Bahasa poltik seakan adalah bahasa si muka dua.
Dan terlebih bahasa politik seakan mengaburkan makna keikhlasan itu sendiri,
Apakah yg diperbuat demi partai, atau demi Allah Rabbul’alamiin..?
Sesuatu yg menjadi distorsi.
Kembali mari kita berkaca dalam tatanan dan realita yang ada di negeri ini.
Jika di ibaratkan sebuah tubuh, maka bangsa ini tengah menderita sebuah penyakit kronis.
Jika mau sedikit membuka lembar berita, negeri ini, yg mayoritas muslim, dan yg terbesar di dunia adalah Negara terkorup se Asia Tenggara, dan peringkat ketiga dunia.
Kemana lari nya bahasa politik yg indah, jika sebagian masyarakat kita “kenyang” dengan santapan menu dari sebagian para anggota dewan terhormat yg ternyata justru menyengsarakan rakyat dengan kebijakan –kebijakan nya.
Bagaimana amanah dari sebuah badan kepercayaan rakyat yg justru tercekat kerongkongan mereka membaca oknum wakil rakyat “membawa” lari uang rakyat bermiliar-miliar rupiah.
Maka, untuk apa kami berpartai, jika nanti nya cerita demi cerita yang bergulir tak jauh jauh dari sana?
Namun Allah masih menyayangkan negeri ini.
Masih teramat banyak mereka yang sujud, mereka yang merintih dalam pekat malam, mengemis pada Rabb-nya untuk diberikan pemimpin pemimpin yang adil, pemimpin pemimpin yang takut pada-Nya.
Era reformasi menjadi babak baru bagi wajah perpolitikan negeri. Beberapa partai-partai dengan berbagai latar belakang nya bermunculan. Nasional, Agamis, Kebangsaan, Partai Buruh, dan sebagainya.
Semua membawa satu visi. Untuk Rakyat.
Tahun 1998, sebuah partai Islam lahir. Berawal dari keresahan yang sama. Melihat carut marut nya perpolitikan dalam negeri yang sudah mencekik leher rakyat tanpa banyak perubahan yang berarti.
Sampai detik ini. Mereka masih eksis. Masih solid. Adalah sunatullah, jika semakin tinggi sebuah pohon berdiri, maka semakin kuat pula angin yang kencang berhembus.
Angin yg kuat menerpa justru adalah sebagai pengokoh langkah. Yang pada akhirnya, ketentuan-Nya lah yang berlaku. Segala nya akan kembali pada niat masing-masing. Dalam beramal sholeh.
Kumpulan ini bukan lah kumpulan malaikat yang tanpa cacat.
Namun sesama muslim , yang sama sama rindu tegak nya kalimat tauhid di negeri ini, mari, kita sama-sama saling mendukung, saling berhusnudzon, mari kita dukung para wakil-wakil rakyat kita yang berjuang untuk kejayaan Islam. Untuk membela umat, memajukan izzah kaum muslimiin di negeri tercinta dan juga di mata dunia,
dan terlebih, menjadi kan negeri ini, negeri yang di ridhoi-Nya.
Allahumma Amiin..
-Btm, 12.06.2011-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar